Sanksi Terhadap Advokat Untuk Cegah Penyesatan Peradilan



Pasal 328 RUU KUHP yang memuat ancaman pidana bagi advokat yang secara curang merugikan klien mendapat tanggapan dari sejumlah kalangan. Ada yang menilai pasal itu mubazir dan bentuk kriminalisasi advokat; ada pula yang menganggap ancaman sanksi itu sesuatu yang pantas.

Anggota tim penyusun RUU KUHP, Mudzakkir, menjelaskan bahwa Pasal 328 harus dilihat dalam konteks tindak pidana gangguan terhadap peradilan. Dalam penyelenggaraan peradilan, kata dia, semua proses harus fair, sehingga semua tindakan yang mengancam fairness harus diancam dengan sanksi. Termasuk jika tindakan itu dilakukan advokat.
Menurut Mudzakkir, Pasal 328 RUU ada kaitannya dengan penyesatan peradilan atau contempt of justice. Karena aturan ini bersifat khusus di peradilan, maka tak cukup menggunakan pasal penipuan atau penggelapan umum. “Pasal itu ada hubungannya dengan contempt of court, kemudian dikembangkan menjadi contempt of justice atau obstruction of justice,” ujarnya kepada hukumonline, ketika dihubungi via telepon.
Berdasarkan Pasal 328 RUU KUHP, advokat yang mengadakan kesepakatan dengan pihak lawan sedangkan si advokat patut mengetahui kesepakatan itu merugikan kliennya. Demikian pula advokat yang mempengaruhi saksi, juru bahasa, penyidik, atau hakim. Advokat yang melaksanakan tugasnya secara melawan hukum terancam lima tahun penjara.
Sebelumnya, advokat Sugeng Teguh Santosa, menilai ancaman sanksi bagi advokat dalam Pasal 328 RUU mubazir dan cenderung menjadi pasal kriminalisasi. Masalah yang diatur dalam pasal itu sudah ada dalam kode etik. Bahkan bisa dipakai pasal penipuan dalam KUHP.
Mudzakkir membantah ada nuansa kriminalisasi advokat dalam Pasal 328 RUU KUHP. “Tidak (kriminalisasi). Biasa-biasa saja. Bukan kriminalisasi,” tandas dosen Universitas Islam Indonesia Yogyakarta itu.
Akademisi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Eva Achjani Zulfa, menilai ancaman pidana terhadap advokat yang ‘mengadakan kesepakatan dengan pihak lawan sedangkan si advokat patut mengetahui kesepakatan itu merugikan kliennya’ (Pasal 328 poin a) tak berhubungan dengan peradilan bersih. “Kalau saya melihat Pasal 328 poin a sebetulnya ada pengkhianatan terhadap profesi advokat itu sendiri dalam kaitannya membela kepentingan kliennya,” jelas Eva kepada hukumonline.
Namun Eva sependapat jika mempengaruhi saksi dalam bentuk suap sebagai perbuatan yang diancam pidana demi menciptakan peradilan bersih.
Advokat Teguh Samudera menilai ancaman sanksi bagi advokat penting untuk membersihkan mafia peradilan. Secara tegas Teguh mengatakan advokat dilarang mempengaruhi saksi karena hakekatnya saksi harus memberikan keterangan berdasarkan apa yang ia lihat, dengar, dan rasakan. “Ini bagus supaya tidak ada lagi mafia peradilan,” ujarnya.
Ditemui Di Jakarta, Kamis (30/5), advokat senior Adnan Buyung Nasution berpendapat seorang advokat tidak boleh menelantarkan, mencurangi dan membuat kliennya terkatung-katung.  Apalagi jika mencurangi klien itu dilakukan dengan pihak lawan berperkara. “Itu tepat dijadikancrime,” ujarnya.
Pasal 6 huruf a UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat mengatur advokat dapat dikenai tindakan dengan alasan mengabaikan atau menelantarkan kepentingan kliennya.
Larangan menelantarkan klien sebenarnya juga diatur dalam Pasal 4 huruf i Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI). Advokat tidak dibenarkan melepaskan tugas yang dibebankan kepadanya pada saat yang tidak menguntungkan posisi klien atau pada saat tugas itu akan dapat menimbulkan kerugian yang tidak dapat diperbaiki lagi bagi klien.



Posting Komentar

Komentar anda kami tunggu agar kami dapat memberikan edukasi dalam pengembangan hukum saat ini.

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak